RANGKUMAN KLASIFIKASI KARBONAT MENURUT FOLK (1959), DUNHAM (1962) SERTA EMBRY DAN KLOVAN (1971)
Dalam klasifikasi batuan karbonat yang
dilakukan oleh Embry dan Klovan (1971), tekstur batuan yang terbentuk saat
pengendapanlah yang menjadi dasar pengklasifikasian. Namun perlu diketahui
bahwa sebelumnya batuan karbonat telah diklasifikasikan oleh Dunham
(1962) dan Folk (1959), sehingga pengklasifikasian batuan karbonat yang
dilakukan oleh Embry dan Klovan (1971) merupakan pengembangan dari klasifikasi
batuan karbonat oleh Dunham (1962).
1. Menurut Dunham (1962)
Dunham (1962) mengklasifikasikan batuan
karbonat berdasarkan pada struktur deposisi dari batugamping. Dasar yang
dipakai oleh Dunham dalam menentukan tingkat energi adalah kemas dari batuan.
Jika batuan memiliki mud-supported fabric dapat
diinterpretasikan bahwa batuan ini terbentuk pada energi pengendapan yang
relatif kecil karena menurut Dunham (1962), lumpur karbonat hanya terbentuk
pada lingkungan yang berarus tenang. Sebaliknya, jika batuaan memiliki grain-supported
fabric, maka batuan terbentuk pada energi yang cukup sehingga hanya
komponen butiran yang dapat mengendap.
Batugamping dengan kandungan beberapa
butir (< 10 %) di dalam matriks Lumpur karbonat disebut sebagai mudstone, dan
bila mudstone tersebut mengandung butiran tidak saling
bersinggungan disebut wackestone. Lain halnya bila antar
butirannya saling bersinggungan, maka akan diklasifikasikan sebagai packstone atau grainstone; packstone mempunyai
kemas grain-supported dan biasanya memiliki matriks mud. Dunham
(1962) memakai istilah boundstone untuk batugamping dengan
fabrik yang mengindikasikan asal-usul komponen-komponennya yang direkatkan
bersama selama proses deposisi (misalnya: pengendapan lingkungan terumbu).
Dalam hal ini boundstone ekuivalen dengan istilah biolithite menurut
Folk (1959).
Gambar 1. Klasifikasi
menurut Dunham (1962)
Klasifikasi Dunham (1962)
sebenarnya telah menggunakan allochtonous dan autochtonous
sebagai dasar klasifikasi, namun Dunham tidak mengklasifikasikannya secara
terperinci. Dunham hanya memakainya sebagai dasar pengklasifikasiannya saja
antara batugamping yang tidak terikat (packstone, mudstone, wackestone,
grainstone) dan terikat (boundstone).
2. Menurut Embry dan
Klovan (1971)
Klasifikasi Embry (1971) digunakan lebih
baik pada saat pengamatan langsung dilapangan dengan menggunakan lup.
Klasifikasi ini memiliki tambahan berupa adanya penentuan proses pembentukannya
dengan istilah allochtonous dan autochtonous. allochtonous berarti
jika komponen atau material terlihat terikat secara organis tidak selama proses
pengendapan, sedangkan autochtonous merupakan
material-material yang terikat secara organik selama proses pengendapan. Embry
dan Klovan (1971) lalu membagi lagi boundstone pada
klasifikasi Dunham (1962) menjadi 3 yaitu framestone, bindstone dan bafflestone berdasarkan
atas komponen utamanya berupa terumbu yang berfungsi sebagai perangkap sedimen.
Selain itu ditambahkan pula kelompok batuan yang mengandung komponen berukuran
lebih besar dari 2 mm sebanyak 10% yang diklasifikasikan sebagai rudstone dan floatsone.
Gambar 2 : klasifikasi Embry (1971) (sumber:
http://i536.photobucket.com/albums/ff321/capullet/103zoer.jpg)
2.1. Allochtonous
Allochtonus berarti jika
komponen atau material terlihat terikat secara organis tidak selama proses
deposisi. Dan pada batuan mengandung material-material yang berukuran lebih
dari 2 mm sebanyak lebih dari 10%, batuan yang bersifat allochtonus oleh Embry
& Klovan (1971) dibagi lagi menjadi 2, yaitu matrix-supported dan component-supported.
2.1.1. Matrix-supported
Yaitu jika batuan mengandung
material-material yang berukuran lebih dari 2 mm namun masih bersifat matrix
supported atau antar butiran fragmen tidak saling bersinggungan. Nama batuannya adalah Floatsone.
Gambar 3 : Floatstone (sumber :
http://www.rc.unesp.br/museudpm/rochas/sedimentares/floatstone.jpg)
2.1.2. Component-supported
Yaitu jika batuan mengandung
material-material yang berukuran lebih dari 2 mm lebih dari 10% dan bersifat
somponent supported atau antar butiran fragmennya saling bersinggungan. Klasifikasinya adalah rudstone.
Gambar 4: Sayatan dari Rudstone (sumber :
http://www.rc.unesp.br/museudpm/rochas/sedimentares/rudstone.jpg)
2.2. Autochtonous
Berbeda dengan
allochtonus, Autochtonus merupakan material-material yang terikat secara
organis selama proses deposisi. Hal ini lebih dikarenakan adanya aktivitas
organisme pada saat proses deposisi sedimen yang mengakibatkan
material-material terikat dan terkompaksi menjadi batuan.Berdasarkan sifat
pengikat batuan oleh aktivitas organisme dibedakan menjadi 3 macam.
2.2.1. By
organism that acts as baffle
Oleh Embry & Klovan
(1971), batuan ini merupakan batuan yang material-materialnya terikat selama
proses deposisi oleh perilaku organisme yang berperan sebagai baffle atau
bersifat seperti dinding yang mengikat komponen-komponen batuan yang lain. Nama
batuannya adalah Bafflestone. Bafflestone adalah tekstur batuan karbonat yang
terdiri dari organisme penyusun yang cara hidupnya menadah sedimen yang jatuh
pada organisme tersebut. Tekstur ini dijumpai pada daerah dengan energi sedang,
batuan ini biasanya terdiri dari kerangka koral yang sedang dalam posisi tumbuh
(branching and growth position of coral) dan diselimuti oleh lumpur karbonat.
2.2.2. By
organism that encrust and bind
Batuan ini merupakan batuan yang
material-materialnya terikat selama proses deposisi oleh perilaku organisme
yang terjebak dan terjepit selama proses deposisi. Nama batuannya adalah
Bindstone. Bindstone adalah organisme yang menyusun batuan karbonat dimana cara
hidupnya mengikat sedimen yang terakumulasi pada organisme tersebut. Organisme
yang seperti ini biasanya hidup dan berkembang di daerah berenergi sedang –
tinggi. Batuan ini umumnya terdiri dari kerangka ataupun pecahan-pecahan
kerangka organik seperti koral, bryozoa dan lainnya, tetapi telah diikat kembali oleh kerak lapisan-lapisan gamping (encrustion) yang dikeluarkan oleh
ganggang merah.
2.2.3. By
organisms that build a rigid framework
Batuan ini merupakan batuan yang
material-materialnya terikat selama proses deposisi oleh perilaku organisme
yang membentuk kerangka keras atau rigid framework. Embry
& Klovan (1971)
menklasifikasikannya sebagai Framestone. Batuan ini tersusun atas organisme-organisme yang hidup pada
daerah dengan energi tinggi sehingga tahan terhadap gelombang dan arus.
Penyusun batuan ini adalah koral, bryozoa, dan ganggang dalam matriks yang
kurang dari 10% atau bahkan tanpa matriks.
Gambar 5: Penampang
melintang kompleks terumbu yang menggambarkan perbedaan zona dan batuan
penyusun setiap zona menurut Embry dan Klovan (1971)
Klasifikasi Embry dan Klovan (1971)
memiliki kelebihan yaitu dapat dipergunaan pada saat pengamatan langsung di
lapangan dengan menggunakan lup. Klasifikasi ini melengkapi dari
klasifikasi Dunham (1962) sehingga lebih terperinci dalam menjelaskan kondisi
pembentukan batugamping..
3. Klasifikasi Folk
(1959)
Dasar klasifikasi Folk (1959) adalah
bahwa proses pengendapan pada batuan karbonat dengnan membandingkannya terhadap
batupasir yaitu komponen penyusunnya. Hal tersebut didasarkan oleh mekanisme
pengendapan batugamping yang dibentuk akibat kombinasi mekanisme pengendapan
material in-situ dan material pengikatnya yang berupa ex-situ. Sehingga,
klasifikasi Folk (1959) dalam deskripsinya hampir serupa dengan deskripsi pada
klasifikasi batupasir.
3.1. Allochem
Memiliki kemiripan
kriteria dengan pasir atau gravel
pada klasifikasi batupasir. Ada empat jenis allochem yang umum
dijumpai yaitu intraklas, oolit, fosil dan pellet.
3.2. Microcrystalline
calcite ooze
Analog dengan matriks pada klasifikasi batupasir.
Disebut juga micrite (mikrit) yang tersusun
oleh butiran berukuran 1 hingga 4 mikrometer.
3.3. Sparry
calcite (sparit)
Analog sebagai semen dalam deskripsi
batupasir. Pada umumnya dibedakan dengan mikrit karena kenampakannya yang
sangat jernih. Merupakan pengisi rongga antar butir.
Gambar 6. Klasifikasi menurut Folk (1959)
Komentar
Posting Komentar